Nama : Nursyam
NIM : 1151140007
Prodi : Sastra indonesia
Materi : Kebudayaan
Jawa________________________________________________
Budaya
Jawa juga menghasilkan agama sendiri yaitu Kejawen. Kejawen
berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi
orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis
suku Jawa. Tetapi mayoritas orang Jawa sekarang menganut agama Islam dan
sebagian kecil orang Jawa menganut agama Kristen atau Katolik. Dahulu
orang Jawa menganut agama Hindu, Budha dan
Kejawen. Bahkan orang Jawa ikut menyebarkan agama Hindu dan Budha dengan
sejumlah kerajaan Hindu-Budha Jawa yang berperan. Orang Jawa juga ikut
menyebarkan agama Islam dan Kristen atau Katolik di Indonesia. Orang Jawa
termasuk unik karena menjadi satu satunya suku di Indonesia yang berperan
penting dalam menyebarkan 5 agama besar. Seorang peneliti AS Clifford Geertz bahkan pernah meneliti orang Jawa
dan membagi orang Jawa menjadi 3 golongan besar yaitu : Abangan, Priyayi dan Santri.
Sejarah
Sastra Jawa dimulai dengan
sebuah prasasti yang
ditemukan di daerah Sukabumi (Sukobumi), Pare, Kediri Jawa Timur. Prasasti
yang biasa disebut dengan nama Prasasti Sukabumi ini
bertarikh 25 Maret tahun 804 Masehi. Isinya
ditulis dalam bahasa Jawa Kuna.
Setelah prasasti Sukabumi, ditemukan prasasti lainnya dari tahun 856 M yang
berisikan sebuah sajak yang disebut kakawin. Kakawin yang
tidak lengkap ini adalah sajak tertua dalam bahasa Jawa (Kuna).
Sejarah
sastra Jawa dibagi dalam empat masa:
Bahasa
Jawa pertama-tama ditulis dalam aksara turunan aksara Pallawa yang
berasal dari India Selatan.
Aksara ini yang menjadi cikal bakal aksara Jawa modern atau
Hanacaraka yang masih
dipakai sampai sekarang. Dengan berkembangnya agama Islam pada abad
ke-15 dan ke-16, huruf Arab juga
dipergunakan untuk menulis bahasa Jawa; huruf ini disebut dengan nama huruf pegon. Ketika
bangsa Eropa menjajah
Indonesia, termasuk Jawa, abjad Latin pun
digunakan untuk menulis bahasa Jawa. Dongeng Jawa seperti cerita panji ternyata
juga dikenal dan dipentaskan di Thailand dan Filipina. Banyak
sastra Jawa yang berada di Eropa terutama Belanda bahkan ada perguruan tinggi
Belanda yang membuka mata kuliah sastra Jawa seperti Universitas Leiden.
Arsitektur
Jawa adalah bentuk bangunan khas yang dirancang oleh orang Jawa untuk berbagai
fungsi. Diantaranya adalah rumah Jawa atau Joglo yang sangat
unik bentuknya. Bentuk bangunan Jawa sangat dipengaruhi oleh agama Hindu, Budha
dan Islam. Arsitektur Jawa juga mengadaptasi bentuk bangunan Tionghoa, Belanda dan Arab. Sejak
dahulu orang Jawa sudah pandai dalam membuat arsitektur hal ini terbukti dengan
ditemukannya sejumlah candi monumental
di Jawa seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan Jateng-DIY dan Jatim
tercatat sebagai wilayah di Indonesia yang terbanyak memiliki candi dengan
lebih dari 50 buah candi. Di Jawa juga banyak terdapat masjid yang merupakan
akulturasi budaya Hindu dan Islam seperti Masjid Agung Demak.
Hasil
budaya teknologi Jawa lainnya adalah Kapal Jung yaitu
sebuah kapal layar tradisional yang digunakan oleh orang Jawa pada jaman
kerajaan dahulu. Dalam relief candi Borobudur terdapat penggambaran kapal Jung.
Lambung kapal Jung dibentuk dengan menyambungkan papan-papan pada lunas kapal.
Kemudian disambungkan pada pasak kayu tanpa menggunakan kerangka, baut, atau
paku besi. Ujung haluan dan buritan kapal berbentuk lancip. Kapal ini
dilengkapi dengan dua batang kemudi menyerupai dayung, serta layar berbentuk
segi empat. Kapal Jung yang disebut sebagai kapal Borobudur ini telah memainkan
peran besar dalam segenap urusan orang Jawa di bidang pelayaran, selama beratus
ratus tahun sebelum abad ke-13. Memasuki
awal abad ke-8, peran
kapal Borobudur digeser oleh kapal kapal Jawa yang berukuran lebih besar,
dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Pelaut Portugis menyebut juncos,
pelaut Italia menyebut zonchi.
Istilah jung dipakai pertama kali dalam catatan perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta yang
berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14 mereka
memuji kehebatan kapal Jawa berukuran raksasa sebagai penguasa laut Asia
Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dengan pengerjaan kapal
Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Salah satu bentuk sistem pengetahuan
yang ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan
atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut kelompok kami, adalah salah satu
bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan oleh para
masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha,
Jawa Kuno, dan bahkan sedikit budaya barat. Namun tetap dipertahankan
penggunaanya hingga saat ini, walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi
kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya
berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari
(sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan
(lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat
dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan
sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan kalender
Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung,
raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha menyebarkan agama islam di pulau
Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya menggunakan sistem kalender
hijriah, namun angka tahun hijriah tidak digunakan demi asas kesinambungan.
Sehingga pada saat itu adalah tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun
saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa pun,
terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu nama bulan dalam kalender Jawa
matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem kalender Jawa
komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud,
jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah.
Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan komariah dianggap tidak
cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa bercocok tanam, maka Sri
Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender berdasarkan sistem
matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas bulan .
Seni
Tradisional Jawa adalah karya seni yang diciptakan dan berasal dari Pulau Jawa,
Indonesia. Beberapa contoh dari seni tradisional jawa antara lain tari gambyong. Kesenian
tradisional dari Jawa ada berbagai macam, tetapi secara umum dalam satu akar
budaya kesenian Jawa ada 3 kelompok besar yaitu Banyumasan (Ebeg), Jawa
Tengah dan Jawa Timur (Ludruk dan Reog).
Di dalam masyarakat
Indonesia, masih ada sebagian orang yang percaya bahwa gamelan tertentu
memiliki kekuatan gaib. Suara yang dikeluarkan dari alat musik gamelan
seringkali dianggap mempunyai daya magis yang bisa mempengaruhi aura kehidupan
manusia. Gamelan seperti ini biasanya bukan lagi sekedar alat musik tapi sudah
dianggap sebagai pusaka, dan hanya dimainkan pada saat yang sangat istimewa.
Oleh karena keistimewaan itu, gamelan demikian mendapat penghormatan sama
halnya seperti menghormati leluhur. Sebenarnya, penghormatan seperti kepada
leluhur itu tidaklah berlebihan jika kita melihat dari rasa (roso) dan energi
yang terlibat saat sang empu menempa dan membentuk gamelan itu hingga
menghasilkan nada yang begitu indah hingga terkesan magis; atau saat sang
pemilik gamelan itu dahulu sering menumpahkan perasaan dan pikiran dengan
memainkan gamelannya seperti halnya seorang pianis meresap dalam permainan
pianonya.
Sebagai
alat musik yang dipandang memiliki daya magis, gamelan pusaka seringkali digunakan
untuk mengiringi gendhing-gendhing Jawa yang memiliki makna sangat “khusus”,
yang seolah mengandung misteri seperti misalnya gendhing Tunggul Kawung yang
konon untuk “menahan/memindahkan” hujan, atau sebaliknya gendhing Mego Mendhung
yang untuk mendatangkan hujan lebat. Meskipun semua itu tidak dapat dibuktikan
secara ilmiah, para pemain gamelan (karawitan) bisa membuktikannya dengan
“rasa” yang mereka miliki.
Masyarakat
Jawa adalah representasi dari harmonisasi dan pencapaian ekstase untuk sadar
kosmis. Gamelan tidak sekadar perkara musik tapi menjadi pertaruhan orang Jawa
mengolah rasa dan mengabdikan diri untuk sensibiltas kosmis (alam, manusia, dan
Tuhan). Hakikat gamelan adalah hakikat kehidupan manusia lahir dan batin.
Kesadaran atas gamelan bagi masyarakat Jawa ini mengarah pada kecenderungan
mistik atau sakralisasi. Dan gamelan tidak sekadar urusan melodi, harmoni, dan
dinamik. Keharmonisan dan keteraturan dalam gamelan merupakan representasi dari
perjalanan suci menuju Tuhan. Ketukan gong bisa diartikan simbol pencapaian
tingkat (maqam) tertentu setelah orang beralih dari suasana dzikir dan sunyi
secara bergantian.
Dengan
simbolisasi atas alam kerohanian Jawa maka sakralisasi terjadi dengan kesadaran
batin dan laku. Pandangan mistik terhadap gamelan itu diterjemahkan oleh
penguasa dan ahli agama dalam pelbagai ritus di keraton. Gamelan menjadi
perangkat musik dengan nafas tradisi dan keagamaan. Ritus gamelan menjadi ritus
dengan permainan jagad simbol dan anutan kepercayaan terhadap nilai-nilai
kejawaan dan religiositas.
Selain
itu gamelan merupakan salah satu jenis musik yang terdiri dari berbagai alat
musik, diantaranya kendang, rebab, celempung, gambang, gong, dan seruling
bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu,
logam, dan kayu. Masing-masing alat mempunyai fungsi tersendiri dalam pagelaran
musik gamelan. Misalnya, gong berperan menutup sebuah irama yang panjang dan
memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelan merupakan keselarasan
dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang
meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam
musiknya adalah tarikan rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron
kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama. Irama yang khas
yang dihasilkan merupakan perpaduan jenis suara dari masing-masing unit
peralatan gamelan. Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa.
Budaya
petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai produsen beras terbesar di
Indonesia. Jawa Timur dan Jawa Tengah penyumbang beras terbesar di Indonesia
yaitu 31,27%, Jawa Tengah 23,79%, Jawa Barat 15,19%, Sulawesi Selatan 10,10%
dan Nusa Tenggara Barat 4,6%.
Selain
sebagai produsen beras terbesar Jateng dan Jatim juga menghasilkan aneka ragam
masakan. Masakan Jawa adalah masakan khas yang berasal dari pulau Jawa, kecuali Jawa Barat yang
mempunyai kekhasan khusus sebagai Masakan Sunda. Masakan
Jawa tersedia di Warung Tegal. Masakan
Jawa tempe menjadi
masakan internasional dan menjadi satu satunya masakan Indonesia yang tidak
terpengaruh oleh masakan Tionghoa, masakan India, atau masakan Arab.
Dalam kehidupan nasional, eksistensi orang-orang yang
berasal dari suku Jawa tidak perlu diragukan lagi, mereka memegang banyak
peranan penting dan posisi strategis di pemerintahan, tatanan sistem politik,
sampai dengan dunia hiburan. Misalnya saja, lima dari enam orang presiden yang
pernah memerintah di Indonesia adalah orang Jawa.
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa
tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang
paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal
di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah
tinggal. Ada beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa,
diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah
limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini
merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo,
umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para
kerabat keraton. Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu,
glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah.
Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik bambu,
walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang telah
menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa
kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting.
Referensi:
http://www.describeindonesia.com/culture/item/351-keris,-lebih-dari-sekedar- pusaka.html. Di unduh tanggal
5 Desesmber 2013 pukul 22.30 WITA. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/seni-budaya/10/07/15/124669- gamelan-pun-masuk-kurikulum-pendidikan-di-abang-sam.
Diunduh tanggal 5 Desember
2013 pukul 23.15 WITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar