Kamis, 12 Mei 2016

Sastra



Jika Jodohku di Tanganmu
Oleh (NS)
Pertemuan itu tak pernah aku sangka. Semuanya terjadi begitu saja. Di antara miliyaran ciptaan-Nya, sosok indah sepertimu dipertemukan denganku. Meski itu dalam suasana yang tak lazim. Haruskah aku mengingkari jika takdir dan jodoh itu kitalah yang tentukan segalanya, walau ada campur tangan dari sang Maha Pencipta.
Hari dimana aku bertemu denganmu tanpa sengaja, aku menyapamu dengan acuh, meski aku menyimpan rasa penasaran akan tentangmu.
Gaun yang kau kenakan hari itu, semakin meronakan keindahanmu, hingga aku tak hentinya bersyukur telah dipertemukan makhluk ciptaan-Nya yang begitu indah dan tampak sempurna. Aku bahkan belum pernah bertemu sosok bidadari sebelumnya, tetapi setelah melihatmu, aku jadi tahu bahwa sosok bidadari itu bukan hanya dalam dunia metafisik dan abstrak semata, tetapi nyata dan aku melihatnya pada dirimu.
Jika pungguk berani merindukan rembulan, mengapa manusia tak pernah berani berharap pada harapan? Setidaknya frasa itu mengingatkatknku akan segala kemungkinan yang bisa terjadi, jika kita masih memiliki sebuah harapan.
Sesuatu yang mendebarkan jantung dan menggetarkan hati kala pertemuan itu, aku mungkin bisa menyebutnya cinta. Kata yang selalu terucap dibibir, tetapi bentuknya abstrak. Mungkin masih dini aku menyimpulkan kata indah itu, namun hati tak dapat diingkari dan juga didustai, sebab karenanyalah Romeo menggaikan jiwa tatkala nekad menemui Juliet yang tak lain keluarganya adalah musuh keluarga Romeo. Tetapi itulah cinta, segala bisa saja terjadi, sebab nalar dan logika tak lagi berfungsi dengan baik, semuanya dikendalikan oleh hasrat yang menggebu dalam hati. Semuanya akan tampak tak masuk akal, tapi bukankah manusia terciptanya karena besarnya cinta Adam kepada Hawa? Segelumit tanya tentang cinta tidak akan pernah hbis terjawab karena awalnya dimulai dari manusia pertema dan akan berakhir hingga pada terakhir. Segalanya akan menguntai kata cinta hingga zaman sampai pada peraduan waktunya.
Pepatah selau mengisyaratkan bahwa segalanya indah pada waktunya, tetapi tak pernah menjelaskan waktu yang sebenarnya. Entah waktu itu akan berlalu tanpa arti atau bahkan berakhir tanpa kisah, segalanya tentang waktu tak pernah terjamah sevara pasti. Kalimat itu hanya penghibur bagi mereka tercampakkan dari dunia yang fana ini, di bawah bayang-bayang fatamorgana dengan semua keindahan yang semu dan hampa.
Aku mencintaimu meski aku sadari, diriku bukanlah lelaki yang pantas buatmu, dengan segala kekuranganku, aku hanya bisa berharap bisa mencintaimu meski dirimu tak dapat aku miliki, bukankah cinta tak selamanya harus memiliki, tetapi mencintai lebih mulia daripada dicintai. Setidaknya itu bisa menghibur hatiku,
Setahun telah berlalu saat perjumpaan kita di hari itu, kini kamu membaca kisahku dan aku telah berada jauh di sisimu. Segalanya telah berbeda dan semuanya tak lagi sama kala itu.

Skenario Film



Skenario Film “ ADAT YANG MENENTUKAN”
Adegan I
Isra dan Erni merupakan pasangan yang telah lama menjalin cinta. 9 tahun mereka berpacaran. (Pantai Losari)
Erni       : Kak, masih kita ingat waktu kita ungkapkan perasaan  ta’ disini?  (duduk  bergandengan, dengan nada yang sedikit serius)
Isra        : kapannya itu? (pura-pura lupa) (sambil mengingat-ingat)
Erni       : aaahh.. (manja, sambil mendorong pundak Isra)
Isra        : ya ingatlah dek, masa’ kulupa. (sambil merangkul Erni) Tidak bakalan kulupakanki itu. Kenapa memang kah?
Erni       : emm ndakji kak. (diam sejenak) Ndag terasa kak di’ 8 tahun mki pacaran. Akhir-akhir ini saya merasa….. (terbata-bata)
Isra        : merasa apa? (biasa)
Erni       : saya merasa ada sesuatu yang tumbuh dalam diriku kak…
Isra        : tumbuh apa? (kaget)
Erni       : Masih kita ingat kak, waktu di danau ki yang di Samata? (bertanya dengan nada datar)
Isra        : ingat. Kenapa memang? Perasaan tidak adaji apa-apa. (sambil mengingat) Tunggu dulu, soal yang kau rasakan tadi, apa memang yang kau rasakan kah? (nada sesak, penasaran).
Erni       : Saat itu Kak… (Mengingat adegan ke-2)
Isra        : (menghela nafas panjang, menenangkan diri) (termenung, berdiri membelakangi Erni)
Erni       : Hari ini adalah hari ke 40 setelah tepat 8 tahun kita pacaran kak. Rasa yang tumbuh dalam diriku itu adalah hasrat, desakan lah yang selama ini menyesakkan dadaku dan… (sedih).
Isra        : Saya tahu apa yang kita maksud dek, tapi saat ini saya masih mengumpulkan uang untuk melamarmu, tapi sampai saat ini saya rasa itu semua belum cukup, bahkan warisan dari orang tuaku saja, saat ini sudah hampir semua sudah saya jual dan saya rasa semua itu belum cukup.  Saya paham betul keinginan orang tua dan keluarga ta dek..
Erni       : (Berdiri memeluk Isra dari belakang) Kalau begitu apa salahnya kalau kita temui orang tuaku kak, supaya kita bisa tau apa kepastian atas keputusannya. (berusaha membujuk).
Isra        : tapi bagaimana kalau mereka menolak? (Penuh ragu)
Erni       : Janganki kalah sebelum berperang kak! (memberi semangat)
Isra        : (Menghadap/membalik kedepan, menggenggam tangan Erni) Iya dek, saya bicarakan dulu sama keluargaku nah. Kita tunggumi.
Erni       : (Mengangguk sambil tersenyum).

Adegan II
(Lokasi : Danau Samata, Gowa)
(Isra memegang tangan Erni dan berlutut di depannya)
Isra        : Saya ingin danau yang indah ini menjadi saksi. Bahwa saat ini saya berjanji, berjanji bahwa tepat 8 tahun usia hubungan kita nanti, saya akan datang untuk melamarmu.
Erni       : Makasih kak. (sambil tersenyum) Insya Allah janjita’ akan selalu menjaga kesetiaanku sama kita’. 
Isra        : (Berdiri) Makasih dek (mencium kening Erni dan memeluknya).
**********
Adegan III
(Lokasi: Rumah tantnya Any, Kumala)
Orang tua Erni bersiap menyambut kedatangan Isra dan keluarga untuk melamar Erni. Di ruang tamu Bapak dan Ibu dan Erni memakai pakaian adat dan telah mereka siapkan sajian kue untuk tamunya.
Tak lama kemudian setelah menunggu kedatangannya Isra dan keluarga datang dengan pakaian rapi.
Om dan Tante Isra    :  Assalamu Alaikum wr.wb. (bersamaan).
Ibu dan Bapak Erni   : Walaikum salam wr.wb. (bersamaan).
Ibu Erni          : Mari pak, bu silahkan masuk. (Ramah) (lalu mempersilahkan mereka duduk)
(Pembantu datang mebawa minuman )
(Suasana deg-degan, mempersilahkan keluarga isra minum)
Erni     : Silahkan diminum Pak, Bu. Kak silahkan diminum. (tersenyum)
Om Isra : Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih banyak telah sabar menanti kedatangan kami kemari, yaitu berdasarkan kesepakatan antara anak kemenakan kami dengan putri bapak dan ibu, maka kami bermaksud ingin melamar putri bapak dan ibu untuk anak kemenakan kami ini (Menunjuk Isra)
Bapak    : Kami dari pihak yang dilamar, sebelumnya mengucapkan terima kasih atas niat baik ini, tapi untuk mempertegas dan memperjelas mengenai hal penting ini, maka kami terlebih dahulu mempertanyakan masalah adat pernikahan, adapun itu ialah uang panai’nya pak. (tegas)
Om Isra : Terima kasih kembali Pak, Bu. Sesuai dengan kemampuan kami, maka secara lisan kami utarakan, bahwa nominal jumlah uangnya adalah Rp 25 Juta. (Deg-degan memaparkan)
Ibu Erni          : 25 Juta? Ee.. Maaf, Pak, Bu, kami rasa kalau cuma segitu kami belum bisa menerima lamaran ini, jujur Pak, Bu, kami ini berasal dari keluarga terpandang dan terhormat, maka kami rasa tidaklah pantas jika putri kami dipinang hanya dengan jumlah segitu. (sedikit judes, sombong)
Erni       : Ma! (menegur mamanya sambil memegang tangannya)
Ibu Erni          : Hushh! (menegur balik Erni sambil mengedipkan mata/memberi kode) (Erni lalu diam dan tak bersuara lagi)
Om Isra : Tapi Bu, anak kemenakan kami telah bersetuju dengan putri Bapak dan Ibu. Lagi pula semampu kami hanya dengan jumlah itu tadi. (Berusaha dikasihi)
Bapak    : Tabe’ Pak. Bukannya kami melarang anak kami menikah dengan kemenakan Bapak dan Ibu, tapi sesuai aturan adat kita, maka kami belum bisa memberi kata “sepakat” untuk lamaran ini. (Mengarahkan)
Tante Isra      : Lantas kami harus melakukan apa untuk mendapat kata sepakat atas lamaran kami ini pak? (heran)
Bapak    : Bigini sajalah. Bapak dan ibu kami beri tempo 3 bulan untuk menggenapi nilai tadi sehingga cukup Rp 75 Juta. (Mempertegas)
Om Isra : Baiklah Pak. Nanti kita bicarakan dulu dengan keluarga dirumah. Insya Allah dalam waktu 3 bulan ke depan kami akan kembali lagi.
(Mereka sepakat hal itu)
Om Isra : Kalau begitu kami permisi dulu. Terima kasih Pak, Bu, nak Erni. Mari.. (mereka berdiri dan berjabat tangan)
(Keluar Rumah)
Adegan IV
Setelah kejadian lamaran itu, Erni dan Isra bertemu kembali dengan suasana yang berbeda. Hembusan angin Pantai Galesong merasuki tubuh mereka yang sedang galau.
(Mereka duduk bersama)
Isra        : (berdiri lalu melangkah sedikit kedepan sambil melempar-lempar batu kecil ke pantai dengan mimik wajah yang murung  tanpa kata).
Erni       : (duduk, menghayal dengan tatapan mengarah ke Isra)
Isra        : haruskah cinta dibatasi oleh adat? (bicara aneh)
Erni       : entahlah kak. Ini mi warisan budayata, tapi janganki salahkan keadaan, mungkin semua ini memang harus terjadi. Dua insan yang tidak dapat bersatu sebab… yaa tembok adat yang begitu kokoh yang membatasi kita. (nada datar)
Isra        : (sambil berjalan kembali duduk siamping Erni) saya ndak tau lagi dek, dengan jalan apa saya bisa memenuhi permintaan keluarga ta’.
Erni       : (Menghadap kedepan, dengan nada serius) Jalan satu-satu agar hati kita tetap bersatu, (menatap wajah isra) bagaimana kalau kita kawan lari saja kak?
Isra        : (Kaget, menatap Erni) Kawin lari? Sejauh itu kah pikiran ta’? Coba kita bayangkan kira-kira apa yang terjadi kalau kita lakukan itu. Apa kata keluargaku, lebih-lebih lagi keluarga ta’. (emosi)
Erni       : Tapi saya pikir hanya itu jalannya kak. Apa lagi ini sudah menjelang bulan ketiga, ndak kita ingatki itu? (saling bertatapan)
(Diam sejenak)
Isra        : Sudah beberapa kerabat, keluarga yang saya datangi, meminjam tanpa rasa malu, tapi yang ada hanya kata “sabar.. sabar..” yaa.. tanpa mereka lihat saya sebagai bagian dari mereka.
Erni       : terus bagaimanaji paeng caranya kak supaya bisaki ini menikah?
Isra        : saya juga tidak tahu dek. Ntar kalau pulang ki, bicara ki sama bapak ta’, yakin kan ki, bilang seminggu lagi saya akan datang.
Erni       : Tapi kita tau ji toh seperti apa karakternya keluarga ku.
Isra        : Iya.. Tapi kan kalau kita kawin lari,  kamu dan aku tau kan resikonya, apalagi dalam adat kita. Tidak ada kata maafuntuk kita nantinya, yang ada malah badikyang menunggu kita.
Erni       : Bukanlah takdir kita seperti ini, tapi pusakalah yang membatasi kita. (menghela nafas) saya tunggu kedatangan ta kak.  (menggenggam tangan isra)
**********
Adegan V
(Lokasi Kampus FBS UNM)
(Erni dan Evy temannya lewat di pelataran DH)
Erni       : (Sambil jalan) Evy, temanaika pergi beli buku di Gramed nah.
Evy        : Gramed mana? Buku apa memang mau nu belli kAh?
Erni       : di Gramed MP. Buku tentang Sastra Film, saya kira na suruhki minggu lalu Pak A. Agus Salim cari.
Evy        : Iyo di’. Nantipi belika’ saya deh. Tidak adapi uangku bla..
Erni       : tapi pergiki dulu makan nah. Saya traktir jko.
Evy        : Ok mbak bro.
(Erni berjalan menuju parkiran, dibawah pohon depan gedung DH terlihat mahasiswa 1,2 dan3)
Mahasiswa 1  : ehh.. nutau, sudahmi beng dilamar itu…
Mahasiswa 2  :    siapa? Erni?
Mahasiswa 1  : iyo.. darimi beng keluarganya itu pacarnya lamarki.
Mahasiswa 3  : terus… diterimaji bede?
Mahasiswa 1  : tidak kayaknya deh, itu pacaranya sedikitji uang panai’ mau na bawa. 25 juta ji kayaknya.
Mahasiswa 2  : lumayan mi itu.. ka sama-sama suka ji toh, baru lamanya mi juga pacaran. Lebihmi kayaknya 8 tahun.
Mahasiswa 1  : iyo kau e lumayan sekalimi itu, tapi keluargana tidak. 75 juta pi bede baru bisa diterima lamarannya.
Mahasiswa 3  : edd.. ka na jualmi itu anak na ee…
Mahasisiwa 2 : jadi?
Mahasiswa 1  : disuruh dulu kayaknya itu pacarnya kasi cukupki itu uangnya 75 juta baru pergiki lagi melamar.
Mahasiswa 3  : masih ada skarang yang begituan di’. Maunya  itu diterimami kasian ka saling suka mi toh, baru 8 tahunmi juga pacaran. Edd.. bukan waktu sebentar itue.. Ngomong-ngomong dari manako seng tauki bilang datang mi  di lamar?
Mahasiswa 1  : ka tetanggaka’ itu pacarnya. Isra namanya, baek skali itu orangnya.
Mahasiswa 3  : oh pantas. Ka tetanggako pale. (HPnya bunyi, baca sms. Tidak peduli lagi dengan cerita teman mereka berdua)
Mahasiswa 2  : Oh, berapami umurnya itu yang dibilang Isra?
Mahasiswa 1  : 27 tahun mi kayaknya.
Mahasiswa 2  : ohh.. beda 6 tahun ki paeng itu Erni, Erni baru 21 sama jki.   E..eh.. Jadi kapan pi lagi beng baru pergiki dilamar? (penasaran)
Mahasiswa 1  : dikasi ki beng dulu jangka waktu 3 bulan, untuk kasi cukupki itu uangnya 75 juta. Baru hampirmi kayaknya ini 3 bulan datangnya dulu melamar.
Mahasiswa 2  : Kasianna itu di’. Tapi bagusji kalo orang kaya. Kalo tidak, dimana mi mau ambil uang kodong.
Mahasisiwa 1 : itumi. Baru Isra kasian keluarga sederhana ji.
Mahasiswa 2  : iyo? Baru Erni, keluarga andi’ kayaknya. Baru rumahnya, edd.. rumah mewah.
Mahasiswa 3  : Edd.. sudahmi itu cerita orang. Lapar mka saya kurasa. Ndag laparko kah itu 2 orang? Ayo pergi kantin deh.. (jalan duluan)
Mahasiswa 1&2         : ehh.. tunggu ki ee… ngapami..
Adegan VI
(Konflik)
(Lamaran kedua) (di rumah Erni) (atur sebelumnya)
Bapak Erni     : silahkan diutarakan Pak.
Om Isra           : ye.. sesuai dengan keputusan kita 3 bulan yang lalu, maka pada hari ini kami datang kembali, dengan semangat dan pengharapan yang masih sama, namun yang kurang adalah mengenai persoalan uang pani’nya. Ketetapan bapak dan ibu 3 bulan yang lalu kami hanya bisa membawa ½nya saja dan… (terpotong)
Ibu Erni          : ½nya saja?!. Begini Pak, sesuai dengan keputusan keluarga kami uang panai’ yang sudah ditetapkan itu tidak bisa kita kurangi lagi Pak. Bapak dan Ibu taukan kalau kami ini keluarga yang terpandang, jadi wajar kalau kita meminta dengan jumlah itu. Jadi, Bapak dan Ibu pikir-pikir dulu lah.
Tante Isra      : Maaf, tapi kami hanya mampu membawa sebanyak itu Bu! (nada rendah)
Ibu Erni          : maka dari itu Bu, beritahu keponakan Ibu itu. Kalau menjalin hubungan dengan seorang perempuan, ketahui dululah silsilah keluarga perempuan itu, siapa dia dan siapa keluarganya. Jangan asal pacaran saja! (mulai emosi) (Ibu Erni dari awal memang tidak setuju)
Bapak Erni     : Ma! (menenangkan, dan berusaha sabar)
Tante Isra      : Apa maksud Ibu berkata seperti itu?
Ibu Erni          : yaa… saya Cuma beritahu kalian..
Bapak Erni     : Bu..!! (menegur istrinya) Begini Pak, Bu, sesuai kesepakatan kami, bahwa uang panai’nya itu tetap kami minta 75 juta. Jadi..
Ibu Erni          : ahh… pokoknya kalau tidak sanggup yaa.. Maaf! Masih banyak lelaki diluar sana yang mampu melamar anak saya, bahkan lebih dari yang kami minta.
Om Isra           : Jaga ucapan Ibu, kami ini memang dari keluarga yang sederhana, tapi kami masih punya harga diri Bu. Jangan seenaknya saja bicara seperti itu. (emosi)
Ibu Erni          : Itu kenyataan kan?!
Om Isra           : (ingin membalas tapi Isra menahan)
Isra                             : Sudah om. Bu, jika bukan karena anak Ibu dan Bapak yang mendesak saya, saya tidak akan mempermalukan diri saya dan keluarga saya di depan Bapak dan Ibu. Kami sadar Bu, kami ini dari keluarga kurang mampu. Tapi, kami kesini baik-baik, mengutarakan niat yang baik, tapi respon Ibu seperti ini. Kami masih punya harga diri Bu.
Ibu Erni          : (berdiri, ingin menampar Isra tapi tertahan oleh suaminya,).
Bapak Erni     : Ma! (sambil menahan tangannya)
Ibu Erni            : (tetap berdiri) Anak macam apa kau ini! (sambil menunjuk Isra) Kamu mau melamar anak saya, namun kelakuanmu seperti ini. Tidak sopan. Apa didikannya memang seperti ini?
Om Isra          : sudah keterlaluan (nada rendah). Jaga sikap Ibu, (sambil berdiri) jangan sampai… (mau menampar) (terpotong)
Bapak Erni     : (langsung berdiri) Jangan sampai apa?
(Semuanya berdiri, Isra dan tantenya menahan Omnya sementara Bapak Erni ditahan oleh Istrinya.)
Bapak Erni     : (masih tetap dalam pegangan istrinya) sudah. Tidak ada lagi lamaran dari keluarga kalian. Sekarang kalian keluar dari rumah ini!
Om Isra           : Okey! (masih tetap ditenagkan oleh istrinya)
Isra                  : Tapi Om..
Om Isra                      : Sudah!!. (mengajak istrinya dan isra pulang)  ayo Bu! Isra!(menegur). (beranjak dari ruang tamu) Kita salah menginjakkan kaki disini.
Tante Isra      : sudah Pak.
(Isra melihat kearah dalam, berusaha melihat Erni yang terakhir kalinya, tapi Erni tidak ada)
Tante Isra      : Isra ayo!
(mereka keluar rumah)



(Setelah keluarga Isra meninggalkan rumah Erni, Bapak dan Ibu Erni masuk memanggil Erni untuk turun)
(Bapak Erni sambil buka baju lalu masuk kamar)
Mama Erni     : Erni…. Erni..
Erni                 : bagaimana ma?
Mama Erni     : Mulai sekarang jangan mko lagi berhubungan dengan itu yang namanya Isra. (Nada emosi)
Erni                 : Kenapa memang Ma?
Mama Erni     : Pokoknya jangan mko lagi selalu sama dia, awas kalau saya liatko sama dia lagi, pokoknya jangan mko lagi hubungiki itu. Putuskan hubunganmu sama dia, karena keluarga dia dengan keluarga kita tidak ada kesesuaian. Lagi pula Bapakmu itu marah skali pada mereka dan tak ingin melihat mereka lagi. Saya kasi tau memangko sebelum Bapakmu yang tegurko.
Erni                 : (lari kembali ke kamar)
**********
Adegan VII
(Kampus FBS UNM)
(Erni jalan bersama temannya depan ruangan DG menuju Parkiran) (di bawah pohon terlihat terlihat mahasiswa 1, 2 dan 3 bergosip)
Evy        : (dari ruang DG menuju parkiran) eh. Bagaimana mi hubungan mu sama dia.. (dengan nada lemas)
Erni       : aih.. janganko bahas itu disini..
Evy        : mm.. iyo yo.. ndag ji pale.
(mereka berdua pergi)
 (Mahasiswa 1, 2 dan 3 bergosip memperhatikan Erni yang ada di parkiran)
Mahasiswa 1  : weh, datang mi lagi itu isra melamar dirumahnya itu. (melirik ke arah Erni)
Mahasiswa 2  : jadi? (penasaran) diterimami lamarannya Isra?
Mahasiswa 1  : hmmmm.. Tidak. Tidak bisa na bawa itu uang panai’ yang na tentukan keluarganya Erni, kan 75 juta toh baru keluargana Isra, bagi duanya ji bisa na bawa. baru heba’na lagi ka hampirki bede’ si ba’ji.
Mahasiswa 3  : Iyo? (kaget)
Mahasiswa 1  : Iyyo.. untungna bisaji di lerai, coba tidak.. emm...mdag bisaka saya bayangkanki..ikkhhh...sanna’na..
Mahasiswa 2  : ishh.. tragisnya percintaannya itu 2 orang di’.
Mahasiswa 3  : Iyo kau e.. edd..talliwa’na, kayak tong apami itu.
Mahasiswa 1  : Itumi juga, baru itu beritanya toh, mau menikah Isra, tersebar mi di kompleks bahkan di kampungna.
Mahasiswa 3  : hihhkkhh, malunya itu di’.
Mahasiswa 1  : deh jangko bilang..
Mahasiswa 2  : jadi bagai mana mi itu? Ndag jadimi itu menikah?
Mahasiswa 1  : ada berita kudengar-dengar bilang mau beng dijodohkan Isra, sama keluargana juga ji kayaknya. Ndag lamami ini kayakna maumi menikah.
Mahasiswa 3  : jadi Erni bagaimana mi?
Mahasiswa 1  : tidak jadi mi toh. Kan sudah PUTUS.
Mahasiswa 2  : dekhhh..huuff!! 8 tahun pacaran ujung-ujungnya putus ji. Coba berakhir di pelaminan ka bagus ji. Ini kaa…
Mahasiswa 1  : Begitu mi.. gara-gara uang panai’ji itu..bagus difilmkan itu di’, judulnya “Cintaku Terhalang Adat”, hehe, bagus toh?!
Mahasiswa 2  : hmm..betul-betul di’, kau itu e, tapi bisaji, nantipi saya kasi tauki Syam (sambil geleng-geleng dan penuh semangat)
Mahasiswa 3  : (sambil pegang HP) mauka update status deh, adat memisahkan 2 insan yang saling mencintai.
Mahasiswa 1 dan 2   : Edd. Sok puitismu deh (sambil mendorong Mhsiswa 3)
Mahasiswa 3  : (sambil didrong) hahaha… anak sastra toh..
***********
Adegan VIII
Isra dan Erni sepakat untuk bertemu dipantai Losari tempat jadiannya dulu.
Isra     : (melihat ke depan dengan tatapan kosong) minta maafka dek, tidak bisaka     penuhiki janjiku waktu itu, di sini.
Erni     :  (terdiam tampak memikirkan sesuatu)
Isra     :  (mengambil sesuatu dalam tasnya, lalu memberikannya ke Erni) ini dek, dengan       berat hatika kasiki, tapi seharusnya memang ku kasiki, setidaknya datangki kasika doa sebagai restu dan kerelaanta atas semua ini.
Erni     : (menerima dan melihatnya, berusaha menahan tangisnya, namun air matanya          menetes) pasti datangja itu kak, melihatta dipelaminan meski dengan orang lain          bersamata. Relaja ini semua terjadi (menghela nafas, berusaha tersenyum kearah        Isra)
Isra     : (menggenggam tangan ke dua tangan Erni) ku tungguki kedatanganta dek.   (berdiri lalu pergi lahan-lahan dengan suasana hati yang sedih)
Erni     : (melihat Isra pergi dengan tangisan pilu)
Adegan IX
(Di Danau Benteng Somba Opu, Erni dan Evy duduk berdua)
Erni       : (melihat ke danau) Evy ada acaramu besok sore?
Evy        : emm.. tidak adaji kayaknya? Kenapa memang kah? (penasaran)
Erni       : (memperlihatkan undangan) temanika kesana besok nah?
Evy        : haahh?!! Seriusko?! (nada tinggi)
Erni       : seriuska. (suara datar)
Evy        : ndag apa-apa jkokah? (mengusap-usap pundak Erni)
Erni       : ndag ji, temani mka saja besok.. (dengan muka lesu, sambil bersandar dipelukan Evy memikirkan sesuatu)
************

Adegan X
(Terlihat Erni dan Evy menghadiri resepsi pernikahan Isra.)
(Tamu yang hadir terlihat memperhatikan Erni, dan saling bisik)
(Erni dan Evy langsung naik kepelaminan. Evy pertama kali naik kepelaminan kemudian disusul Erni) (Erni terlebih dahulu menyalami istri Isra kemudian menyalami Isra, hingga tak tahan Erni langsung memeluk Isra dengan penuh haru, Isra pun memeluk balik Erni dengan berusaha menenagkan)
Isra        : Maaf kan saya dek. Ini sudah kehendak Tuhan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa. (kembali menenangkan) (mengusap kepala Erni) (berusaha melepas pelukan Erni untuk menatap wajahnya)
Erni     : (Erni melepas pelukannya terhadap Isra) (Mengusap air matanya)
Isra        : (kembali menenagkan) sudahmi dek. Saya doakan semoga kita’ bisa dapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari saya. (sambil memegang kedua pundaknya).
Erni       : (dengan nada yang sedikit bergetar) Iya kak. Doaku semoga kalian berdua selalu bahagia dalam membina rumah tangga. (lalu mendatangi isteri Isra dan menggenggam tangannya) Kak, saya titipkan Kak Isra, dia yang selama ini saya sayang. Cintai dan sayangilah setulus hatita’, janganki sia-siakanki ,saya titipkan cintaku sama kita. (Mereka bertiga berpelukan) (Erni pergi) (Evy menggandeng Erni Untuk turun pelaminan)
***********
Adegan XI
Dua hari kemudian Erni tidak keluar kamar. Evy datang menjenguknya di rumahnya.
Evy        : Ris, Erni! Erni! Bukaki pintunya Ris, ini saya Evy. Bukaki Ris pintunya. Erni! Erni! Bukaki pintunya Erni. Erni! Kenapako Ris, Erni, tolong bukaki pintunya, Erni! (mengetuk-ngetuk dengan panik dan berusaha membukanya)
(Datang orang tua Erni)
Mama Erni : ada apa nak Evy? (dengan suara heran)
Evy        : ini tante, dari tadi ku panggil-panggilki Erni tapi tidak na jawabki tidak bisaki juga terbuka pintunya. (menjelaskan dengan panik)
Bapak Erni     : (mengetuk-ngetuk) Erni, bukaki pintunya Erni. Erni!! (berusaha membukanya) cepatki Ma, ambilki kunci di bawah. (panik)
Mama Erni : (pergi mengambil kunci)
Bapak Erni     : cepatki Ma..!!
Mama Erni     : ini Pak..(memberikan kunci dengan tangan agak gemetar)
Bapak Erni     : (berusaha membuka pintu) (pintunya terbuka, mereka cepat masuk)
Erni       : (penampilan sudah tidak waras lagi) kak Isra?!! Hehehe..kak Isra..
THE END