Skenario
Film “ ADAT YANG
MENENTUKAN”
Adegan
I
Isra
dan Erni merupakan pasangan yang telah lama menjalin cinta. 9 tahun mereka
berpacaran. (Pantai Losari)
Erni : Kak, masih kita ingat waktu kita
ungkapkan perasaan ta’ disini? (duduk bergandengan, dengan nada yang sedikit serius)
Isra : kapannya itu? (pura-pura lupa) (sambil mengingat-ingat)
Erni : aaahh.. (manja, sambil mendorong pundak Isra)
Isra : ya ingatlah dek, masa’ kulupa. (sambil merangkul Erni) Tidak bakalan
kulupakanki itu. Kenapa memang kah?
Erni : emm ndakji kak. (diam sejenak) Ndag terasa kak di’ 8 tahun mki pacaran. Akhir-akhir
ini saya merasa….. (terbata-bata)
Isra : merasa apa? (biasa)
Erni : saya merasa ada sesuatu yang tumbuh
dalam diriku kak…
Isra : tumbuh apa? (kaget)
Erni : Masih kita ingat kak, waktu di danau ki
yang di Samata? (bertanya dengan nada
datar)
Isra : ingat. Kenapa memang? Perasaan tidak
adaji apa-apa. (sambil mengingat) Tunggu
dulu, soal yang kau rasakan tadi, apa memang yang kau rasakan kah? (nada sesak, penasaran).
Erni : Saat itu Kak… (Mengingat adegan ke-2)
Isra : (menghela
nafas panjang, menenangkan diri) (termenung, berdiri membelakangi Erni)
Erni : Hari ini adalah hari ke 40 setelah
tepat 8 tahun kita pacaran kak. Rasa yang tumbuh dalam diriku itu adalah
hasrat, desakan lah yang selama ini menyesakkan dadaku dan… (sedih).
Isra : Saya tahu apa yang kita maksud dek,
tapi saat ini saya masih mengumpulkan uang untuk melamarmu, tapi sampai saat
ini saya rasa itu semua belum cukup, bahkan warisan dari orang tuaku saja, saat ini sudah hampir semua sudah saya
jual dan saya rasa semua itu belum cukup.
Saya paham betul keinginan orang tua dan keluarga ta dek..
Erni : (Berdiri
memeluk Isra dari belakang) Kalau begitu apa salahnya kalau kita temui
orang tuaku kak, supaya kita bisa tau apa kepastian atas keputusannya. (berusaha membujuk).
Isra : tapi bagaimana kalau mereka menolak? (Penuh ragu)
Erni : Janganki kalah sebelum berperang kak! (memberi semangat)
Isra : (Menghadap/membalik
kedepan, menggenggam tangan Erni) Iya dek, saya bicarakan dulu sama
keluargaku nah. Kita tunggumi.
Erni :
(Mengangguk sambil tersenyum).
Adegan II
(Lokasi : Danau Samata, Gowa)
(Isra
memegang tangan Erni dan berlutut di depannya)
Isra : Saya ingin danau yang indah ini
menjadi saksi. Bahwa saat ini saya berjanji, berjanji bahwa tepat 8 tahun usia
hubungan kita nanti, saya akan datang untuk melamarmu.
Erni : Makasih kak. (sambil tersenyum) Insya Allah janjita’ akan selalu menjaga kesetiaanku
sama kita’.
Isra : (Berdiri)
Makasih dek (mencium kening Erni dan
memeluknya).
**********
Adegan III
(Lokasi: Rumah
tantnya Any, Kumala)
Orang tua Erni
bersiap menyambut kedatangan Isra dan keluarga untuk melamar Erni. Di ruang
tamu Bapak dan Ibu dan Erni memakai pakaian adat dan telah mereka siapkan sajian kue untuk tamunya.
Tak lama
kemudian setelah menunggu kedatangannya Isra dan keluarga datang dengan pakaian rapi.
Om dan Tante
Isra :
Assalamu Alaikum wr.wb. (bersamaan).
Ibu dan
Bapak Erni : Walaikum salam wr.wb. (bersamaan).
Ibu Erni : Mari pak, bu silahkan masuk. (Ramah) (lalu
mempersilahkan mereka
duduk)
(Pembantu
datang mebawa minuman )
(Suasana
deg-degan, mempersilahkan keluarga
isra minum)
Erni : Silahkan diminum Pak, Bu. Kak silahkan
diminum. (tersenyum)
Om
Isra : Pertama-tama kami mengucapkan
terima kasih banyak telah sabar menanti kedatangan kami kemari, yaitu
berdasarkan kesepakatan antara anak kemenakan kami dengan putri bapak dan ibu, maka kami bermaksud ingin melamar putri bapak dan ibu untuk anak
kemenakan kami ini (Menunjuk Isra)
Bapak : Kami dari pihak
yang dilamar, sebelumnya mengucapkan terima kasih atas niat baik ini, tapi
untuk mempertegas dan memperjelas mengenai hal penting ini, maka
kami terlebih dahulu mempertanyakan masalah adat pernikahan, adapun itu ialah
uang panai’nya pak. (tegas)
Om Isra : Terima kasih
kembali Pak, Bu. Sesuai dengan kemampuan kami, maka secara lisan kami
utarakan, bahwa nominal jumlah uangnya adalah Rp 25 Juta. (Deg-degan memaparkan)
Ibu Erni : 25 Juta? Ee.. Maaf,
Pak, Bu,
kami rasa kalau cuma segitu kami belum bisa menerima lamaran ini, jujur Pak,
Bu, kami ini berasal dari keluarga terpandang dan terhormat, maka kami rasa
tidaklah pantas jika putri kami dipinang hanya dengan jumlah segitu. (sedikit judes, sombong)
Erni : Ma! (menegur mamanya sambil memegang tangannya)
Ibu Erni : Hushh! (menegur balik Erni sambil mengedipkan
mata/memberi kode) (Erni lalu diam dan tak bersuara lagi)
Om Isra : Tapi Bu, anak kemenakan
kami telah bersetuju dengan putri Bapak dan Ibu.
Lagi pula semampu kami hanya dengan jumlah itu tadi. (Berusaha dikasihi)
Bapak : Tabe’ Pak.
Bukannya kami melarang anak kami menikah dengan kemenakan Bapak dan Ibu, tapi
sesuai aturan adat kita, maka kami belum bisa memberi kata “sepakat” untuk
lamaran ini. (Mengarahkan)
Tante Isra : Lantas
kami harus melakukan apa untuk mendapat kata “sepakat”
atas lamaran kami ini pak? (heran)
Bapak : Bigini sajalah.
Bapak dan ibu kami beri tempo 3 bulan untuk menggenapi nilai tadi sehingga
cukup Rp 75 Juta. (Mempertegas)
Om Isra : Baiklah Pak. Nanti kita bicarakan dulu dengan keluarga dirumah. Insya
Allah dalam waktu 3 bulan ke depan kami akan kembali lagi.
(Mereka
sepakat hal itu)
Om Isra : Kalau begitu kami
permisi dulu. Terima kasih Pak, Bu, nak Erni. Mari.. (mereka
berdiri dan berjabat tangan)
Adegan IV
Setelah
kejadian lamaran itu, Erni dan Isra bertemu kembali dengan suasana yang berbeda.
Hembusan angin Pantai Galesong merasuki
tubuh mereka yang sedang galau.
(Mereka
duduk bersama)
Isra : (berdiri
lalu melangkah sedikit kedepan sambil melempar-lempar batu kecil ke pantai
dengan mimik wajah yang murung tanpa
kata).
Erni : (duduk,
menghayal dengan tatapan mengarah ke Isra)
Isra : haruskah cinta dibatasi oleh adat? (bicara aneh)
Erni : entahlah kak. Ini mi warisan budayata,
tapi janganki salahkan keadaan, mungkin semua ini memang harus terjadi. Dua
insan yang tidak dapat bersatu sebab… yaa tembok adat yang begitu kokoh yang
membatasi kita. (nada datar)
Isra : (sambil
berjalan kembali duduk siamping Erni) saya ndak tau lagi dek, dengan jalan
apa saya bisa memenuhi permintaan keluarga ta’.
Erni : (Menghadap
kedepan, dengan nada serius) Jalan satu-satu agar hati kita tetap bersatu,
(menatap wajah isra) bagaimana kalau kita kawan lari saja kak?
Isra : (Kaget,
menatap Erni) Kawin lari? Sejauh itu kah pikiran ta’? Coba kita bayangkan
kira-kira apa yang terjadi kalau kita lakukan itu. Apa kata keluargaku,
lebih-lebih lagi keluarga ta’. (emosi)
Erni : Tapi saya pikir hanya itu jalannya kak.
Apa lagi ini sudah menjelang bulan ketiga, ndak kita ingatki itu? (saling
bertatapan)
(Diam
sejenak)
Isra : Sudah beberapa kerabat, keluarga yang
saya datangi, meminjam tanpa rasa malu, tapi yang ada hanya kata “sabar..
sabar..” yaa.. tanpa mereka lihat saya sebagai bagian dari mereka.
Erni : terus bagaimanaji paeng caranya kak supaya
bisaki ini menikah?
Isra : saya juga tidak tahu dek. Ntar kalau
pulang ki, bicara ki sama bapak ta’, yakin kan ki, bilang seminggu lagi saya
akan datang.
Erni : Tapi kita tau ji toh seperti apa
karakternya keluarga ku.
Isra : Iya.. Tapi kan kalau kita kawin
lari, kamu dan aku tau kan resikonya,
apalagi dalam adat kita. Tidak ada kata “maaf” untuk kita nantinya, yang ada malah “badik” yang menunggu kita.
Erni : Bukanlah takdir kita seperti ini, tapi
pusakalah yang membatasi kita. (menghela
nafas) saya tunggu kedatangan ta’ kak. (menggenggam
tangan isra)
**********
Adegan V
(Lokasi
Kampus FBS UNM)
(Erni dan Evy
temannya lewat di pelataran DH)
Erni : (Sambil
jalan) Evy, temanaika pergi beli buku di Gramed nah.
Evy : Gramed mana? Buku apa memang mau nu
belli kAh?
Erni : di Gramed MP.
Buku tentang Sastra Film, saya kira na suruhki minggu lalu Pak A. Agus Salim cari.
Evy : Iyo di’. Nantipi belika’ saya deh. Tidak adapi uangku bla..
Erni : tapi pergiki dulu makan nah. Saya traktir
jko.
Evy : Ok mbak bro.
(Erni
berjalan menuju parkiran, dibawah pohon depan gedung DH terlihat mahasiswa 1,2
dan3)
Mahasiswa
1 : ehh.. nutau, sudahmi beng dilamar
itu…
Mahasiswa
2 : siapa? Erni?
Mahasiswa
1 : iyo.. darimi beng keluarganya itu pacarnya
lamarki.
Mahasiswa
3 : terus… diterimaji bede?
Mahasiswa
1 : tidak kayaknya deh, itu pacaranya
sedikitji uang panai’ mau na bawa. 25 juta ji kayaknya.
Mahasiswa
2 : lumayan mi itu.. ka sama-sama suka ji
toh, baru lamanya mi juga pacaran. Lebihmi kayaknya 8 tahun.
Mahasiswa
1 : iyo kau e lumayan sekalimi itu, tapi
keluargana tidak. 75 juta pi bede baru bisa diterima lamarannya.
Mahasiswa
3 : edd.. ka na jualmi itu anak na ee…
Mahasisiwa
2 : jadi?
Mahasiswa
1 : disuruh dulu kayaknya itu pacarnya kasi
cukupki itu uangnya 75 juta baru pergiki lagi melamar.
Mahasiswa
3 : masih ada skarang yang begituan di’.
Maunya itu diterimami kasian ka saling
suka mi toh, baru 8 tahunmi juga pacaran. Edd.. bukan waktu sebentar itue.. Ngomong-ngomong
dari manako seng tauki bilang datang mi
di lamar?
Mahasiswa
1 : ka tetanggaka’ itu pacarnya. Isra
namanya, baek skali itu orangnya.
Mahasiswa
3 : oh pantas. Ka tetanggako pale. (HPnya bunyi, baca sms. Tidak peduli lagi
dengan cerita teman mereka berdua)
Mahasiswa
2 : Oh, berapami umurnya itu yang
dibilang Isra?
Mahasiswa
1 : 27 tahun mi kayaknya.
Mahasiswa
2 : ohh.. beda 6 tahun ki paeng itu Erni,
Erni baru 21 sama jki. E..eh.. Jadi kapan pi lagi beng baru pergiki dilamar? (penasaran)
Mahasiswa
1 : dikasi ki beng dulu jangka waktu 3
bulan, untuk kasi cukupki itu uangnya 75 juta. Baru hampirmi kayaknya ini 3
bulan datangnya dulu melamar.
Mahasiswa
2 : Kasianna itu di’. Tapi bagusji kalo
orang kaya. Kalo tidak, dimana mi mau ambil uang kodong.
Mahasisiwa
1 : itumi. Baru Isra kasian keluarga
sederhana ji.
Mahasiswa
2 : iyo? Baru Erni, keluarga andi’
kayaknya. Baru rumahnya, edd.. rumah mewah.
Mahasiswa
3 : Edd.. sudahmi itu cerita orang. Lapar
mka saya kurasa. Ndag laparko kah itu 2 orang? Ayo pergi kantin deh.. (jalan duluan)
Mahasiswa 1&2 : ehh.. tunggu ki ee… ngapami..
Adegan VI
(Konflik)
(Lamaran
kedua) (di rumah
Erni) (atur
sebelumnya)
Bapak
Erni : silahkan diutarakan Pak.
Om
Isra : ye.. sesuai dengan keputusan kita 3 bulan yang lalu, maka pada hari ini
kami datang kembali, dengan semangat dan pengharapan yang masih sama, namun yang kurang
adalah mengenai persoalan uang pani’nya.
Ketetapan bapak dan ibu 3 bulan yang
lalu kami hanya bisa membawa ½nya saja dan… (terpotong)
Ibu
Erni : ½nya saja?!. Begini Pak, sesuai dengan keputusan
keluarga kami uang panai’ yang sudah ditetapkan itu tidak bisa kita kurangi
lagi Pak. Bapak dan Ibu taukan kalau kami ini keluarga
yang terpandang, jadi wajar kalau kita meminta dengan jumlah itu. Jadi, Bapak dan Ibu pikir-pikir dulu lah.
Tante
Isra : Maaf, tapi kami hanya mampu
membawa sebanyak itu Bu! (nada rendah)
Ibu
Erni : maka dari itu Bu, beritahu keponakan Ibu itu.
Kalau menjalin hubungan dengan seorang perempuan, ketahui dululah silsilah keluarga perempuan itu, siapa dia dan siapa
keluarganya. Jangan asal pacaran saja! (mulai
emosi) (Ibu Erni dari awal memang tidak setuju)
Bapak
Erni : Ma! (menenangkan, dan
berusaha sabar)
Tante
Isra : Apa maksud Ibu berkata seperti
itu?
Ibu
Erni : yaa… saya Cuma beritahu kalian..
Bapak
Erni : Bu..!! (menegur istrinya) Begini Pak, Bu, sesuai kesepakatan kami, bahwa uang panai’nya itu tetap kami
minta 75 juta. Jadi..
Ibu
Erni : ahh… pokoknya kalau tidak
sanggup yaa.. Maaf! Masih banyak lelaki diluar sana yang mampu melamar anak
saya, bahkan lebih dari yang kami minta.
Om
Isra : Jaga ucapan Ibu, kami ini
memang dari keluarga yang sederhana, tapi kami masih punya harga diri Bu. Jangan
seenaknya saja bicara seperti itu. (emosi)
Ibu
Erni : Itu kenyataan kan?!
Om
Isra : (ingin membalas tapi Isra menahan)
Isra : Sudah om. Bu, jika bukan karena anak Ibu dan Bapak yang mendesak saya, saya
tidak akan mempermalukan diri saya dan keluarga saya di depan Bapak dan Ibu. Kami sadar Bu, kami ini dari keluarga kurang mampu. Tapi, kami kesini
baik-baik, mengutarakan niat yang baik, tapi respon Ibu seperti ini. Kami masih punya harga diri Bu.
Ibu
Erni : (berdiri, ingin menampar Isra tapi tertahan oleh suaminya,).
Bapak
Erni : Ma! (sambil menahan tangannya)
Ibu
Erni : (tetap berdiri) Anak macam apa kau ini! (sambil menunjuk Isra) Kamu mau melamar anak saya, namun kelakuanmu
seperti ini. Tidak sopan. Apa didikannya memang seperti ini?
Om
Isra : sudah keterlaluan (nada rendah). Jaga sikap Ibu, (sambil berdiri)
jangan sampai… (mau menampar) (terpotong)
Bapak
Erni : (langsung berdiri) Jangan sampai apa?
(Semuanya
berdiri, Isra dan tantenya menahan Omnya sementara
Bapak Erni ditahan oleh Istrinya.)
Bapak
Erni : (masih tetap dalam pegangan istrinya) sudah. Tidak ada lagi
lamaran dari keluarga kalian. Sekarang kalian keluar dari rumah ini!
Om
Isra :
Okey! (masih tetap ditenagkan
oleh istrinya)
Isra :
Tapi Om..
Om
Isra : Sudah!!. (mengajak istrinya dan isra pulang)
ayo Bu! Isra!(menegur). (beranjak dari ruang tamu) Kita salah
menginjakkan kaki disini.
Tante
Isra : sudah Pak.
(Isra
melihat kearah dalam, berusaha melihat Erni yang terakhir kalinya, tapi Erni tidak ada)
Tante
Isra : Isra ayo!
(mereka
keluar rumah)
(Setelah
keluarga Isra meninggalkan rumah Erni, Bapak dan Ibu Erni masuk memanggil Erni
untuk turun)
(Bapak
Erni sambil buka baju lalu masuk kamar)
Mama Erni : Erni…. Erni..
Erni :
bagaimana ma?
Mama
Erni : Mulai sekarang jangan mko lagi
berhubungan dengan itu yang namanya Isra. (Nada
emosi)
Erni :
Kenapa memang Ma?
Mama
Erni : Pokoknya jangan mko lagi selalu
sama dia, awas kalau saya liatko sama dia lagi, pokoknya jangan mko lagi
hubungiki itu. Putuskan hubunganmu sama dia, karena keluarga
dia dengan keluarga kita tidak ada kesesuaian. Lagi pula Bapakmu itu marah skali pada mereka dan tak ingin melihat
mereka lagi. Saya kasi tau memangko sebelum Bapakmu yang
tegurko.
Erni :
(lari kembali ke kamar)
**********
Adegan VII
(Kampus FBS UNM)
(Erni jalan
bersama temannya depan ruangan DG menuju Parkiran) (di bawah pohon terlihat
terlihat mahasiswa 1, 2 dan 3 bergosip)
Evy : (dari
ruang DG menuju parkiran) eh. Bagaimana mi hubungan mu sama dia.. (dengan nada lemas)
Erni : aih.. janganko bahas itu disini..
Evy : mm.. iyo yo.. ndag ji pale.
(mereka berdua pergi)
(Mahasiswa 1, 2 dan 3 bergosip
memperhatikan Erni yang ada di
parkiran)
Mahasiswa
1 : weh, datang mi lagi itu isra melamar
dirumahnya itu. (melirik ke arah Erni)
Mahasiswa
2 : jadi? (penasaran) diterimami lamarannya Isra?
Mahasiswa
1 : hmmmm.. Tidak. Tidak
bisa na bawa itu uang panai’ yang na tentukan keluarganya Erni, kan 75 juta toh
baru keluargana Isra, bagi duanya ji bisa na bawa. baru heba’na lagi ka hampirki bede’ si ba’ji.
Mahasiswa
3 : Iyo? (kaget)
Mahasiswa
1 : Iyyo.. untungna bisaji di lerai, coba
tidak.. emm...mdag bisaka saya bayangkanki..ikkhhh...sanna’na..
Mahasiswa
2 : ishh.. tragisnya percintaannya itu 2
orang di’.
Mahasiswa
3 : Iyo kau e.. edd..talliwa’na, kayak tong apami itu.
Mahasiswa
1 : Itumi juga, baru itu beritanya toh, mau menikah Isra, tersebar mi di kompleks bahkan
di kampungna.
Mahasiswa
3 : hihhkkhh, malunya itu
di’.
Mahasiswa
1 : deh jangko bilang..
Mahasiswa
2 : jadi bagai mana mi itu? Ndag jadimi
itu menikah?
Mahasiswa
1 : ada berita kudengar-dengar bilang mau
beng dijodohkan Isra, sama
keluargana juga ji kayaknya. Ndag lamami ini kayakna maumi menikah.
Mahasiswa
3 : jadi Erni bagaimana mi?
Mahasiswa
1 : tidak jadi mi toh. Kan sudah PUTUS.
Mahasiswa
2 : dekhhh..huuff!! 8 tahun pacaran ujung-ujungnya putus ji. Coba berakhir di
pelaminan ka bagus ji. Ini kaa…
Mahasiswa
1 : Begitu mi.. gara-gara uang panai’ji
itu..bagus difilmkan itu di’, judulnya “Cintaku Terhalang Adat”, hehe, bagus
toh?!
Mahasiswa
2 : hmm..betul-betul
di’, kau itu e, tapi bisaji, nantipi saya kasi tauki Syam (sambil
geleng-geleng dan penuh semangat)
Mahasiswa
3 : (sambil
pegang HP) mauka update status deh, adat memisahkan 2 insan yang saling
mencintai.
Mahasiswa
1 dan 2 : Edd. Sok puitismu deh (sambil mendorong Mhsiswa 3)
Mahasiswa
3 : (sambil
didrong) hahaha… anak sastra toh..
***********
Adegan VIII
Isra dan Erni sepakat
untuk bertemu dipantai Losari tempat
jadiannya dulu.
Isra : (melihat
ke depan dengan tatapan kosong) minta maafka dek, tidak bisaka penuhiki janjiku waktu itu, di sini.
Erni : (terdiam tampak memikirkan sesuatu)
Isra : (mengambil sesuatu dalam tasnya, lalu memberikannya ke Erni) ini dek,
dengan berat hatika kasiki, tapi
seharusnya memang ku kasiki, setidaknya datangki kasika doa sebagai restu dan kerelaanta atas semua ini.
Erni : (menerima
dan melihatnya, berusaha menahan tangisnya, namun air matanya menetes) pasti datangja itu kak,
melihatta dipelaminan meski dengan orang lain bersamata.
Relaja ini semua terjadi (menghela nafas,
berusaha tersenyum kearah Isra)
Isra : (menggenggam
tangan ke dua tangan Erni) ku tungguki kedatanganta dek. (berdiri
lalu pergi lahan-lahan dengan suasana hati yang sedih)
Erni : (melihat Isra pergi dengan tangisan pilu)
Adegan IX
(Di Danau Benteng Somba Opu, Erni dan Evy duduk berdua)
Erni : (melihat ke danau) Evy ada acaramu besok sore?
Evy : emm.. tidak adaji kayaknya? Kenapa
memang kah? (penasaran)
Erni : (memperlihatkan
undangan) temanika kesana besok nah?
Evy : haahh?!! Seriusko?! (nada
tinggi)
Erni : seriuska. (suara datar)
Evy : ndag apa-apa jkokah? (mengusap-usap
pundak Erni)
Erni : ndag ji, temani mka saja besok.. (dengan muka lesu, sambil bersandar dipelukan Evy memikirkan sesuatu)
************
Adegan X
(Terlihat Erni dan Evy menghadiri resepsi pernikahan Isra.)
(Tamu yang hadir terlihat memperhatikan Erni,
dan saling bisik)
(Erni dan
Evy langsung naik kepelaminan. Evy pertama kali naik
kepelaminan kemudian disusul Erni) (Erni terlebih dahulu menyalami istri Isra
kemudian menyalami Isra, hingga tak tahan Erni langsung memeluk Isra dengan
penuh haru, Isra pun memeluk balik Erni dengan berusaha menenagkan)
Isra : Maaf kan saya dek. Ini sudah kehendak
Tuhan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa. (kembali
menenangkan) (mengusap kepala Erni)
(berusaha melepas pelukan Erni untuk
menatap wajahnya)
Erni : (Erni
melepas pelukannya terhadap Isra) (Mengusap
air matanya)
Isra : (kembali
menenagkan) sudahmi dek. Saya doakan semoga kita’ bisa dapatkan laki-laki
yang jauh lebih baik dari saya. (sambil
memegang kedua pundaknya).
Erni : (dengan nada yang sedikit bergetar) Iya
kak. Doaku semoga kalian berdua selalu
bahagia
dalam membina rumah tangga. (lalu
mendatangi isteri Isra dan menggenggam tangannya) Kak, saya titipkan Kak
Isra, dia yang selama ini saya sayang. Cintai dan sayangilah setulus hatita’,
janganki sia-siakanki ,saya titipkan cintaku sama kita. (Mereka bertiga berpelukan) (Erni
pergi) (Evy menggandeng Erni Untuk turun
pelaminan)
***********
Adegan XI
Dua hari kemudian Erni tidak keluar kamar.
Evy datang menjenguknya di rumahnya.
Evy :
Ris, Erni! Erni! Bukaki pintunya Ris, ini saya Evy. Bukaki Ris pintunya. Erni! Erni!
Bukaki pintunya Erni. Erni! Kenapako Ris, Erni, tolong bukaki pintunya, Erni! (mengetuk-ngetuk dengan panik dan berusaha
membukanya)
(Datang orang tua Erni)
Mama Erni : ada apa nak Evy? (dengan suara heran)
Evy :
ini tante, dari tadi ku panggil-panggilki Erni tapi tidak na jawabki tidak
bisaki juga terbuka pintunya. (menjelaskan
dengan panik)
Bapak Erni :
(mengetuk-ngetuk) Erni, bukaki pintunya Erni. Erni!! (berusaha membukanya)
cepatki Ma, ambilki kunci di bawah. (panik)
Mama Erni : (pergi mengambil kunci)
Bapak Erni :
cepatki Ma..!!
Mama Erni :
ini Pak..(memberikan kunci dengan tangan agak gemetar)
Bapak Erni :
(berusaha membuka pintu) (pintunya terbuka, mereka cepat masuk)
Erni :
(penampilan sudah tidak waras lagi) kak Isra?!! Hehehe..kak Isra..
THE END