Jilbab Merahmuda
part 1
Sejak
kamu mampir dalam hidupku, entah sengaja ataukah sudah ketentuan takdir, kamu
dan aku akhirnya bersua pada momen yang menggembirakan. Pesta malam itu, kamu
hadir dengan sejuta pesona yang bertebaran di ujung jilbabmu berwarna
merahmuda. Mungkin kamu tidak menyadari bahwa seorang lelaki melirik dan
sesekali mencuri pandang ke arahmu. Senyum di garis bibirmu yang bermadu
semakin menambah syahdu retinaku yang menatapmu tiada henti, bahkan degupan
jantungku melebihi dahsyatnya getaran gempa. Jika menatapmu adalah sebuah
kekhilafan syahwat, maka biarakanlah aku larut dalam dosa, kelopak mata ini
selalu terarah pada wajahmu yang memancarkan sinar keanggunan.
Malam
itu merupakan malam beranugerah bagiku, seribu doa ku panjatkan kepada-Nya,
agar suatu masa kita dapat bersua meski aku tak tahu siapa namamu dan tinggal
dimana. Malam itu cepat berlalu, mentari menyapa dan semuanya berubah menjadi
satu warna yang kelabu dan tak kudapati warnamu di sana, mungkin kesucianmu
meluluhkan segalanya hingga kamu lebur dan menyatu bersama pancaran sinar sang
mentari pengantar raja siang menguasai hari ini.
Semenjak
malam itu cepat berlalu, mata ini enggan terpejam dan ingatanku selalu terjaga
teringat akan sosokmu yang indah, bayanganmu menjelma di antara cahaya pijar
bola lampu yang menggantung di atas tempat tidurku. Merahmuda begitu menyatu
dengan raut wajah polosmu, garis bibirmu bagai cakrawala membentang di angkasa
perias bulatnya langit. Jika saja aku seorang pujangga, entah berapa ribu puisi
tercipta hanya dengan memuji sosokmu, tapi sayangnya aku hanyalah seorang
pemimpi yang berpetualang di alam maya berkelana membuntuti bayangmu.
Melihatmu
malam itu sungguh merupakan malam sejuta keajaiban bagiku, cerita dongeng
tentang bidadari itu benar nyata
setelah melihat sosokmu, walau tanpa sayap namun kharismamu menutupi
kekurangan. Semoga saja malam itu terulang kembali, hingga kitapun dapat
bertemu lagi, karena aku tak ingin menjadi pungguk perindu bulan.
Kini
hari silih berganti, tetapi sosokmu tak lekang oleh memoriku. Hari ini adalah
hari ketiga puluh setelah malam itu. Doa-doa yang kupanjatkan tak dapat
kuhitung banyaknya. Pintaku hanya satu yang terus kuulang dalam untaian doa,
bertemu denganmu lagi wahai bidadari penebar
pesona keindahan dari ciptaan-Nya. Jika kita di takdirkan bertemu kembali, maka
pada saat itu tak akan kulewatkan sedetikpun untuk mempertanyakan segalanya
tentangmu, bahkan setidaknya aku tahu siapa panggilanmu.
Setelah
beribu kali merengek dalam doa, akhirnya saat yang aku nantikan setelah ribuan
menit terlewatkan, aku melihatmu tanpa sengaja di sebuah keramaian tempat orang
datang dan pergi dengan tujuan mereka masaing-masing. Aku melihatmu dari
kejauhan dan memperhatikan gelagakmu, mungkin saja kamu sedang menunggu
seseorang atau akan melakukan perjalanan jauh dengan ransel besar yang kamu
bawa serta kala itu. Langkahku segera saja membawaku menghampirimu meski
mungkin kamu tak ingat aku, tapi setidaknya bibirku menyapamu ketika itu.
“Hai!!,
maaf ganggu. Kamu yang malam itu pakai jilbab merahmuda kan?”. Dengan haru-biru
bercampur deg-degan bibir ini melontarkan kalimat spontan dengan aksenku
terkesan kampungan penuh semangat.
Senyum
itu yang tak dapat aku hilangkan dari memoriku, senyum yang kamu suguhkan
ketika menoleh ke arahku dan menjawab pertanyaanku. “Maaf ya, anda siapa? dan
malam itu? Maksudnya?”. Kamu terlihat bingung dan tak mengerti maksudku.
“Sebulan
yang lalu kamu datang ke pesta pernikahan kakaknya Riska kan? Aku juga datang,
dan aku lihat kamu pakai jilbab merahmuda di sana saat itu”.
Beberapa
detik kamu berpikir dan akhirnya ingat juga waktu itu. “Oh, iya, benar, koq
masih ingat saja sih, kan udah lumayan lama. …………….”.
Perbincangan
kita saat perjumpaan di terminal kala itu, kini menjadi kisah bersejarah dalam
hidupku. Kita sering bermukanikasi bahkan intens berbagi kerinduan satu sama
lain. Kebersamaan kita akhirnya menuai
benih asmara, aku berkeinginan menyatakan perasaan yang setelah sekian lama
terpendam di sanubari tanpa dasar dalam hatiku dan tetap utuh tanpa terkikis
oleh jarak dan waktu.
Hari
yang kunanti tanpa henti tiba juga, aku akan lumatkan kalimat saktiku padamu,
kamu mengajakku bertemu di tempat ketika aku dan kamu berbincang untuk pertama
kalinya. Kamu duduk sembari melihat jam tangan di pergelangan tangan kananmu
dengan raut wajah cemas campur gelisah, entah kamu sedang menunggu seseorang
ataukah akan bepergian jauh, sebab aku lihat ransel pakaianmu di bawa serta
hari itu. Rencana untuk mengujarkan kalimat saktiku jadi terasa terganggu. Aku
hanya bisa pandang kegelisahan yang membuncah di sorot retinamu. Aku seringkali
mengajakmu bicara tetapi hanya sesekali kamu perhatikan dan jawab pertanyaanku.
Tak
lama kemudian, sebuah mini bus berhenti di hapan kita, kamu dengan spontan
berdiri dan sedikit terburu-buru mengangkat ranselmu ke atas mobil itu dan tak
butuh waktu lama kamu pun berada di dalamnya. Aku hanya heran saja tanpa bias
menebak yang terjadi bahkan kuterpaku tak dapat berbuat apapun saat itu. Dari
atas mobil, kamu memanggilku dari balik jendela. Aku menghampirimu dengan
menitipkan kerinduan di pangkuanmu agar kamu bisa bawa serta jadi teman
penghibur dalam perjalananmu. Kamu menyodorkan selembar kertas, ternyata itu
adalah potretmu. Aku membisu, diam seribu bahasa dan tak mengerti maksud dari
semua ini, aku terperanjat kaku. Mobil yang kamu tumpangi bergerak pergi, aku
masih berdiri kaku di tempatku, aku tak mendengar ucapan selamat tinggal dari
bibirmu, kamu tunjuk potret yang kamu sodorkan lalu berkata “senyumku abadi di
situ!”, lalu mobil itu bergerak membawamu pergi, mungkin saja kita adalah
jelmaan roda mobil itu yang selalu beriring berdampingan tapi tak pernah
bertemu pada satu titik, ataukah takdir sedang mempermainkan kita, bukankah roda
waktu berputar hanya untuk melewati pertemuan dan memberikan balada perpisahan
pada akhirnya? Huffttmm, mungkin saja jawabnya ada di balik awan yang mengikuti
sang raja siang kembali ke peraduannya, agar sang dewi malam bisa menyapaku,
setidaknya menemaniku menikmati kesunyian tanpamu.
Jika
mengenangmu adalah sebuah kesalahan, aku hanya ingin dihukum bertemu denganmu
kembali. Bukankah hidup hanyalah dua hari, satu hari kesedihan dan hari
berikutnya kebahagiaan. Aku telah usai menempuh dan melewati tumpuan hari yang
melelahkan fisik terlebih lagi derita batin menjangkiti dasar sukmaku, mungkin
aku telah lewati hari pertama dan berhak mendapatkan hari berikutnya. Asal kamu
tahu saja, sejak kamu pergi meninggalkanku, temanku hanyalah kesepian.
Kamu
telah pergi dengan bagian yang hilang, itulah sebabnya kamu selalu menghantuiku
dengan bayangmu melintasi imajinasi dalam benakku yang kaku akan dirimu. Aku
hanya tidak ingin jadi musafir, rutin bertemu lalu berpisah dan melupakan.
Tentangmu tak akan menjadi kenanganku tapi realitaku. Jika, Tuhan menuntun arah
langkahku menuju padamu, akankah derita ini kamu balut dengan kerinduan?
*****
@syam_panritalopi
Jilbab Merahmuda
part 2
Pertiwi,
namumu harum mewangi di taman sukmaku. Setiap hari aku siram dengan air
kerinduan dan pupuk kesetiaan, berharap suatu masa tumbuh subur kemudian
berbunga dan menuai harapan. Kemana rimbamu selama ini? Perpisahan ini sungguh
penyakit menggorogoti ruang kalbuku, terinfeksi hingga tubuhku tak setegap
dahulu, mengikis semangatku. Berikanlah pertanda pada derita ini, harus aku
bawa kemana selain membawanya padamu, karena hanya kamulah penawarnya. Racun penantian
telah aku tegup bersama kesepianku. Jika udara masih kamu hirup, titipkanlah
pada angin yang selalu menyapa dalam pelukan malam tanpa pijar sinar rembulan.
Entah
ini malam keberapa, aku duduk termenung di bawah kuasa sang dewi malam, menanti
bisikan angin akan keberadaanmu. Haruskah aku tancapkan pencarian ini di jalan
setapak agar tak lagi melihat jalan pulang, jalan yang selalu mengingatkan
sosokmu di setiap sudut bahkan di garis jalan, setidaknya deritaku luntur
bersama deraian keringat dari pelupuk retinaku. Jika saja malam ini kamu
tampakkan sosokmu walau dalam khayalku saja, maka akan kupetik rembulan bersama
dengan bintang, kubawakan kepangkuanmu agar kamu dapat pahami betapa kamu lebih
berarti dari penguasa malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar